Kamis, 23 Desember 2010

Zakat

ZAKAT




"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana"

Apa itu zakat
Kita mengenal zakat sebagai salah satu dari lima rukun Islam yang di dalam Al Qur'an sering kali dikaitkan dengan shalat. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti 'suci', 'baik', 'berkah', 'tumbuh', dan 'berkembang'. Menurut terminologi syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (At-Taubah:103 dan Ar-Rum:39).
Pada dasarnya ada dua macam zakat, yaitu Zakat Maal atau zakat atas harta kekayaan; dan Zakat fitrah yaitu zakat untuk membersihkan diri yang dibayarkan pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri.
Ada beberapa konsep dan istilah yang digunakan sehubungan dengan zakat, antara lain:
 Muzakki
Adalah orang yang berkewajiban membayarkan zakat karena memiliki harta yang melebihi ukuran tertentu.
 Mustahiq
Adalah orang yang berhak menerima zakat karena termasuk salah satu dari golongan orang yang disebut dalam Al-Qur'an sebagai penerima zakat.
 Amil
Adalah orang atau badan/lembaga yang mengkhususkan diri untuk mengelola zakat, infaq, dan sedekah.
 Nisab
Adalah batas minimal untuk harta yang perlu dikeluarkan zakatnya. Harta yang jumlahnya di bawah nishab tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
 Haul
Untuk beberapa jenis harta, kewajiban zakat dikenakan jika harta tersebut sudah dimiliki selama jangka waktu tertentu (satu tahun). Jangka waktu ini disebut haul.


Landasan Syar’i Kewajiban Berzakat

Kewajiban zakat dalam Islam berlandaskan al qur’an, sunnah dan ijma (ketetapan para ulama). Landasan pertama di dalam al qur’an banyak sekali berbicara tentang zakat. Allah SWT Berfirman: ”Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat dan ruku’lah bersama orang−orang yang ruku’”. (QS. Al Baqarah : 43).

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman :”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberi ketenangan bagi mreka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mnegetahui.” (QS. At Taubah : 103)

Firman Allah SWT dalam surat Al An’am ayat 141 :”Makanlah buahnya jika telah berbuah dan tunaikan haknya (kewajibannya) dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).

Landasan kedua, yaitu dengan sunnah nabawiyah. Rasulullan SAW bersabda: “Islam dibangun diatas 5 perkara: rukun syahadat tiada Tuhan selain Allah dan Muhamad saw utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Umar).

Sabda Nabi SAW: ”Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat atas orang−orang kaya dari umat Islam pada harta merekadengan batas sesuai kecukupan fuqoro diantar mereka. Orang−oramng fakir tidak akan kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah orang−orang kaya diantara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka dengan keras dan mengadzab mereka dengan pedih.” (HR. Ath Thabrani dari Ali ra).

Landasan ketiga, yaitu dengan Ijma (ketetapan para ulama). Para ulama salaf (klasik) dan khalaf (kontemporer) telah sepakat bahwa zakat merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan mengingkarinya berarti kafir.

Beberapa ayat dan hadits mengenai zakat
Beberapa ayat dan hadits mengenai zakat
Surat at Taubah ayat 58-60:

"Diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang memburuk-burukkanmu karena sedekahmu. Tetapi jika diberi sebagian darinya, mereka senang: jika tiada diberi, mereka murka. Sekiranya mereka rela dengan apa yang diberikan, Allah dan RasulNya kepadanya dan mengatakan, "Allah cukup bagi kami, Allah dan RasulNya akan memberi kami sebagian dari karuniaNya. Kepada Allah kami memanjatkan harapan." SEDEKAH HANYALAH BAGI FAKIR MISKIN, PARA AMIL, PARA MUALLAF YANG DIBUJUK HATINYA, MEREKA YANG DIPERHAMBA, MEREKA YANG MANDI HUTANG, JIHAD DI JALAN ALLAH, DAN ORANG YANG TERLANTAR DALAM PERJALANAN. DEMIKIAN DIWAJIBKAN ALLAH. ALLAH MAHA TAHU MAHA BIJAKSANA."
Surat at Taubah ayat 103:
"Pungut zakat dari kekayaan mereka, berarti kau membersihkan dan mensucikan mereka dengan zakat itu, kemudian doakanlah mereka, doamu itu sungguh memberikan kedamaian buat mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Peristiwa Jibril mengajarkan kepada kaum Muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada Rasulullah, "Apakah itu Islam?" Nabi menjawab: "Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya." (hadis muttafaq 'alaih).

Siapa Yang Berhak Menerima Zakat.

Ada 8 asnaf zakat iaitu :

1. Fakir
2. miskin
3. amil
4. muallaf
5. riqab
6. gharim
7. fisabililah
8. ibnu sabil

Dalam Quran surat at Taubah ayat 58-60, Allah berfirman yang artinya:

"... Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Jadi jelaslah disini, bahwa golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan, yaitu:

• Fakir dan Miskin

Fakir dan miskin adalah golongan yang pertama dan kedua disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta. Sedangkan yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.

• Amil zakat

Sasaran ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.


• Golongan muallaf

Yang dimaksudkan dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membantu dan menolong kaum Muslimin dari musuh. Macam-macam golongan muallaf adalah:

1. Golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta keluarganya
2. Golongan orang yang dikuatirkan kelakuan jahatnya
3. Golongan orang yang baru masuk Islam
4. Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat kafir.
5. Pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.
6. Kaum Muslimin yang tinggal di benteng-benteng dan daerah perbatasan musuh.
7. Kaum Muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan, kecuali dengan paksaan.
• Untuk memerdekakan budak belian

Cara membebaskan bisa dilakukan dengan dua hal: Pertama, menolong hamba mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya, bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka bebaslah ia. Kedua, seseorang dengan harta zakatnya atau seseorang bersama temannya membeli seorang budak kemudian membebaskan. Atau penguasa membeli seorang budak dari harta zakat yang diambilnya, kemudian ia membebaskan.
• Orang yang berutang
Gharimun (orang yang berhutang) adalah termasuk golongan mustahiq. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.
• Di jalan Allah
Quran menggambarkan sasaran zakat yang ketujuh dengan firmanNya: "Di jalan Allah". Sabil berarti jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah, baik akidah maupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang digunakan untuk bertakkarub kepada Allah, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan lainnya.
Ibnu sabil

Ibnu sabil, menurut Jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas dari suatu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang yang berjalan di atasnya karena tetap di jalan itu. Menurut pendapat beberapa ulama, ibnu sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun ia kaya, apabila ia terputus bekalnya. Ibnu Zaid berkata: "Ibnu sabil adalah musafir, apakah ia kaya atau miskin, apabila terdapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya
samasekali tidak ada, atau terkena sesuatu musibah atas hartanya, atau ia samasekali tidak memiliki apa-apa, maka dalam keadaan demikian itu, hanya bersifat pasti.

Tata cara membayar zakat.
Tata cara membayar zakat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membayar zakat.
Pertama, sucikan niat sebelum menunaikan zakat (juga infaq / sedekah). Pastikan bahwa amal perbuatan kita ditujukan hanya dan semata-mata untuk Allah swt.
Kedua, telitilah sasaran zakat; apakah dia benar-benar termasuk golongan yang berhak menerima uang zakat. Hal ini tidak berlaku untuk infaq yang boleh diberikan kepada siapa saja.
Ketiga, utamakanlah orang-orang yang dekat jika memberi zakat langsung kepada mustahiq dan tidak melalui lembaga amil. Tetapi perlu diingat bahwa yang dimaksud dengan orang-orang dekat tidak termasuk istri, anak-anak, atau orang tua sebab ketiga kelompok ini memang berhak atas nafkah seseorang.
Keempat, ketika memberikan zakat ucapkan kata-kata yang baik dan santun kepada penerima. Janganlah kita membatalkan pahala atas perbuatan atau amal kita dengan perkataan yang tidak patut dan menyakitkan.
Kelima, tunaikanlah zakat ketika saatnya tiba. Menunda-nunda pembayaran zakat tidak dikehendaki oleh Islam dan seluruh ajaran Islam, termasuk zakat, mendidik manusia untuk disiplin dan tepat waktu.
Pada prinsipnya, dibenarkan oleh syariat Islam apabila seseorang yang berzakat langsung memberikan sendiri zakatnya kepada para mustahiq dengan syarat kriteria mustahiq sejalan dengan firman Allah swt dalam surat At-Taubah:60. Akan tetapi, sejalan dengan firman Allah tersebut dan juga berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad saw, tentu akan lebih utama jika zakat itu disalurkan lewat amil zakat yang amanah, bertanggung jawab, dan terpercaya. Ini dimaksudkan agar distribusi zakat itu tepat sasaran sekaligus menghindari penumpukan zakat pada mustahiq tertentu yang kita kenal sementara mustahiq lainnya -karena kita tidak mengenalnya- tak mendapatkan haknya.
Disamping itu, ada mustahiq yang berani terang-terangan meminta dan ada pula mustahiq yang merasa berat (malu) untuk meminta. Dengan demikian, dimungkinkan kita hanya memberi kepada mereka yang terang-terangan meminta, sementara kepada yang merasa berat meminta kita sama sekali tidak memperhatikan.

Kenapa Harus Berzakat?

Pertama, karena dapat membersihkan harta dari hak milik orang lain dan menjaga dari ketamakan orang jahat, sebagaimana disebutkan dalam al quran surat at taubah ayat 103: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberi ketenangan bagi mreka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Dalam ayat lain, Allah SWT menegaskan: ” Dan pada harta−harta mereka (orang−orang kaya) terdapat hak orang−orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak meminta.” (QS. Azzariyaat: 19), juga Rasulullah SAW bersabda: ”Jagalah harta kalian dengan membayar zakatnya.” (HR. Ath−Thabrani)

Kedua, karena dapat mensucikan jiwa dengan mengikis akhlak yang buruk, seperti, egois, serakah dan lain−lain yang merupakan fitrah manusia, yang memiliki kecenderungan untuik mencintai dan menyukai harta (QS. 3: 14).

Kecenderungan yang buruk tersebut dapat dihilangkan dengan terbiasa mengamalkan dan mengeluarkan zakat, oleh karenanya zakat juga dapat mengembangkan akhlak mulia seperti kedermawanan, peduli terhadap sesama salaing menyayangi dan saling mengasihi dan lain−lain.

Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan do’akanlah mereka karena sesungguhnya do’amu dapat memberi ketenangan bagi mreka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Sebagai ungkapan rasa syukur pada Allah atas nikmat−nikmat yang telah diberikanNya berupa kelebihan harta” . (QS At−Taubah: 103)

Ketiga, alat yang sangat efektif mengembangkan potensi umat dan mengentaskan kemiskinan. Zakat merupakan ibadah yang memiliki hubungan langsung dengan ekonomi umat, dana−dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk modal usaha, investasi dan lain−lain.

Sehingga bagi para mustahikin (golongan yang menerima zakat) dapat memanfaatkan untuk modal usaha, suatu saat ketika usaha tersebut berhasil ia tidak lagi menerima zakat tetapi mengeluarkan zakat. Atau sesuai dengan visi zakat merubah mustahik menjadi muzaki.

Hal ini terbukti ketika masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz hanya dalam masa 2 tahun berhasil mengentaskan kemiskinan sehingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat semua rakyatnya mereasa sudah menjadi mzaki (pembayar zakat) bukan lagi mustahik (penerima zakat).

Sebagaimana dituturkan Abu Ubaid bahwa Gubernur Irak Hamid bin Abdurrahman mengirim surat kepada Amirul Mukminin tentang melimpahnya dana zakat di baitulmaal karena sudah tidak ada lagi yang mau menerimanya, lalu Umar bin Abdul Aziz memerintahkan untuk memberikan gaji dan hak rutin orang di daerah itu, dijawab oleh Hamid “Kami sudah memberikannya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal, lau Umar bin Abdul Aziz menginstruksikan untuk memberikan dana zakat tersebut kepada mereka yang berhutang dan tidak boros.

Hamid berkata, “Kami sudah bayarkan hutang−hutang mereka, tetapi dana zakat begitu banyak di Baitul Maal”, kemudian Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar ia mencari orang lajang tidak memiliki uang dan ingin menikah agar dinikahkan dan dibayarkan maharnya, dijawab lagi “kami sudah nikahkan mereka dan bayarkan maharnya tetapi dana zakat begitu banyak di baitulmaal”, akhirnya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan agar Hamid bin Abdurrahman mencari seorang yang biasa membayar upeti atau pajak hasil bumi.

Jika ada kekurangan modal berilah pinjaman kepada mereka agar ia mampu kembali mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut kcuali setelah dua tahun atau lebih”
Keempat, membangun brand image terhadap perusahaan dalam mengangkat Social Company.
Zakat di era global dan modern

Di era glonalisasi dan modernisasi saat sekarang ini, dimana arus informasi begitu cepat dan mudah didapat, seolah−olah dunia ada dalam genggaman tangan, kejadian di belahan bumi utara dapat diketahui dengan cepat di belahan bumi lainnya.

Teknologi semakin canggih seakan−akan mengubah dunia dari tidak mungkin menjadi mungkin. Namun sangat disayangkan keberhasilan itu tidak diikuti dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Realitanya adalah yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya.

Tingkat kepedulian terhadap sesama begitu rendah. Masing−masing orang sibuk dengan urusannya sendiri, kalaupun peduli terkadang sebagian orang memiliki tujuan tertentu di balik kepeduliannya itu. Saat ini kemiskinan merajelala, orang meminta dimana−mana, Inilah realita bangsa yang lebih dari 85% nya adalah muslim.

Diantara syariah Islam yang peduli terhadap pengentasan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat dhuafa adalah zakat. Pada saat ini syariah zakat mulai didengungkan oleh masyarakat Islam. Di era globalisasi dan modernisasi sekarang ini, zakat dapat mengikuti perkembangan zaman. Mulai dari cara pembayaran, pengelolaan hingga pendistribusian.

Dalam masalah pembayaran, orang yang hendak membayar zakat tidak perlu susah lagi mendatangi lembaga−lembaga amil zakat atau masjid−masjid, tetapi dapat dengan menggunakan tekonologi modern, seperti transfer via bank, ATM dan lain sebagainya.

Dalam hal pendistribusian, saat ini pendistribusian zakat tidak lagi dengan cara−cara konsumtif, tetapi lebih bersifat produktif, walaupun pada masa Rasulullah SAW. pernah juga dilakukan, namun saat ini pendistribusian dilakukan dengan sistim perberdayaan masyarakat dhuafa, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dakwah dan lain−lain.

PKPU dalam memberdayakan ekonomi masyarakat miskin, petani miskin di daerah babelan Kabupaten Bekasi misalnya, dengan cara mengumpulkan mereka dalam satu wadah kelompok pemberdayaan, dibina, dilatih dan dibimbing, hingga memiliki kemampuan wirausaha atau memiliki mental untuk hidup mandiri, kemudian dibantu untuk mendirikan usaha bersama.

Yang terjadi di babelan adalah dengan cara memberikan fasilitas kemudahan untuk usaha penggilingan padi atau Huler serta pendampingannya. Juga untuk paguyuban ojek di daerah Condet misalnya, dengan cara memberikan fasilitas pendirian bengkel dan pendampingannya.

Hal tersebut dilakukan dengan harapan, 5 hingga 10 tahun mendatang mereka yang dibantu saat ini, tidak selamanya menjadi mustahik, tetapi dapat menjadi muzaki. Sesuai dengan visi zakat itu sendiri. Wallahu a’lam. (cyp/pkpu)

Zakat Dan Kedudukanya Dalam Islam

Apabila Islam datang sebagai agama penyudah,“zakat” telah dijadikan sebagai salah satu rukunnya yang lima. Ia merupakan suatu peningkatan kepada sistem yang telah sedia ada di bawah agama-agama langit sebelum itu, yaitu “Ihsan”. Walaupun kedua sistem ini ada persamaannya dalam sifat sebagai sumbangan pihak yang berada kepada golongan yang memerlukan, namun zakat adalah hak yang boleh dituntut oleh mereka yang berhak menerimanya, berbanding Ihsan yang lebih bersifat sumbangan sukarela saja. Peningkatan ini banyak berasaskan kepada hakikat Islam adalah suatu agama dan cara hidup, atau diistilahkan oleh sebagian orang sebagai ad-Din
Agama-agama langit terdahulu hanya bersifat agama saja, kerana itu sumbangan yang diperlukan lebih bersifat keagamaan semata-mata,yaitu Ihsan, atau boleh diterjemahkan sebagai derma simpati. Sedangkan zakat mengandungi dua sifat sekaligus, yaitu kewajipan keagamaan dan pada waktu yang sama kewajipan kenegaraan. Sebagai kewajipan agama, orang yang menafikannya dianggap sebagai pendusta agama, dan sebagai kewajipaan kenegaraan, orang yang gagal menunaikannya boleh dihukum, sementara mereka yang menentangnya secara berkumpulan boleh diperangi sebagai kumpulan pendurhaka.
Kerana itulah institusi zakat tidaklah merupakan institusi agama atau masyarakat semata-mata, tetapi lebih dari pada itu merupakan juga institusi pentadbiran dan pemerintahan negara. Berasaskan kepada sifatnya ini al-Quran memerintahkan
supaya ia diurus oleh pemerintah dan negara sebagai suatu sistem keuwangan yang tersusun, dan tidak boleh dibiarkan orang perseorangan atau kumpulan masyarakat untuk melaksanakannya.
Dengan kata lain, Ia bukan urusan individu, atau kelompok masyarakat, tetapi lebih dari itu kerja pemerintah dan negara. Dari perspektif ini skop penglihatan kepada kewajipan zakat ini tidak boleh difokuskan kepada aspek kewajipan memberi atau menunaikannya saja, tetapi juga kepada aspek pentadbiran dan penguatkuasaannya juga. Berasaskan kepada kedudukan inilah maka sejak di zaman Rasulullah s.a.w. lagi para pegawai senantiasa diantar ke daerah-daerah bagi tujuan, antara lain mengurus pentadbiran zakat sebagai sebagian dari pada pentadbiran negara.Berasaskan kepada kedudukan inilah juga maka para sarjana keuwangan Islam, seperti Abu Yusuf, al-Mawardi, Abu Ya’la, Abu ‘Ubaid dan banyak lainnya biasanya membahas tentang zakat bukan dalam bab ibadat, tetapi dalam bab keuwangan dan percukaian.
Pengertian zakat Zakat menurut bahasa ialah: Kata zakat merupakan kata dasar dari (masdar) dari Zaka yang berarti Keberkatan, kesucian, perkembangan dan kebaikan. Sebab dinamakan zakat ialah kerana ia dapat mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkannya dari segala kerusakan sebagaimana Ibnu Taimiah berkata: Diri dan harta orang yang mengeluarkan zakat menjadi suci dan bersih serta hartanya berkembang secara maknawi.

Pengertian zakat dari sudut syarak ialah:‏ Sebahagian harta tertentu yang telah diwajibkan oleh Allah s.w.t untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah dinyatakan di dalam al-Quran atau ia juga boleh diertikan dengan kadar tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dan lafaz zakat juga digunakan terhadap bahagian tertentu yang dikeluarkan dari harta orang yang wajib mengeluarkan zakat. Zakat Syar’ie kadang kala dinamakan sedekah di dalam bahasa al-Quran dan Hadis sebagaimana Firman Allah s.w.t: ) خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ(
artinya: Ambillah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk) dan doakanlah untuk mereka, kerana sesungguhnya do’amu itu menjadi ketenteraman bagi mereka. (Surah at-Taubah, Ayat: 103).
Manakala di dalam Hadis Sahih pula, Rasulullah s.a.w bersabda kepada Muaz ketika baginda mengutuskannya ke Yaman: (Beritahulah kepada mereka bahawa Allah s.w.t mewajibkan mereka mengeluarkan sedekah (zakat) dari harta mereka, sedekah
tersebut diambil daripada orang yang kaya di kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang yang miskin di kalangan mereka). Hadis ini dikeluarkan oleh jemaah ahli hadis.‏

Orang Miskin dan kebudayaan masa lampau

Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh sejarah, semenjak zaman-zaman lampau. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu mempehatikan nilai manusiawi dasar, yaitu perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan dan kepapaan atau paling kurang meringankan nasip yang mereka derita tersebut
Namun sutuasi yang dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataannya tidak memungkinkan maksud itu tercapai, dan hal itu sudah merupakan noda hitam yang mengotori muka umat manusia, dimana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasehat para budiman dan peringatan para cerdik pandai.Seorang ilmuan besar melaporkan kepada kita tentang sejarah hitam hubungan antara orang-orang miskin yang telah berlangsung semenjak kebudayaan-kebudayaan pertama manusia. Katanya, “Pada bangsa apapun peneliti mengarahkan perhatiannya.
Ia selalu hanya akan menemukan dua golonngan manusia yang tidak ada ketiganya, yaitu golongan yang berkecukupan dan golongan yang melarat. Dibalik itu selalu selalu didapatkan suatu keadaan yang sangat menarik. Yaitu golongan yang berkecukupan selalu selalu semakin makmur tampa batas, sedangkan golongan yang melarat selalu semakin kurus sehingga hampir-hampir bercampak diatas tanah, terhempas tak berdaya. Sedangkan orang yang hidup mewah-mewah itu sudah tidak sadar mulai dari mana atap di atasnya runtuh.

Perhatian Agama-agama terhadap orang-orang miskin

Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama ciptaan manusia yang Tidak mengenal hubungan dengan Kitab suci yang berasal dari langit (Samawi), tidak kutrang perhatiannya pada segi sosialyang tampa segi ini persaudaraan dan kehidupan yang sentosa tidak mungkin terwujut.Demikianlah dilembah Eufrat-Tigris 4000 s.m. kita menemukan Hummurabi, seseorang yang buat pertamakalinya menyusun peraturanperaturan tertulis yang masih dapat kita baca sekarang., berkata bahwa Tuhan mengirimnya kedunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang lemah, membimbing manusia, serta menciptakan kemakmuran buat umat manusia. Dan beribu-ribu sebelum masehi orang-orang masehi Mesir kuno selalu merasa menyandang tugas agama sehingga mengatakan, “Orang lapar kuberi roti, orang yang tidak berpakaian kuberi pakaian, kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang, dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang ditimpa hujan badai.

Perhatian Agama-agama Langit (Samawi)

Agama-aganma langitlah sesungguhnya yang lebih kuat dan lebih dalam dampak seruannya dari pada buah pikiran filsafat, agama ciptaan, dan ajaran apapun dalam melindungi orang-orang miskin dan lemah. Bila kita membuka Al-Qur’an, pegangan terbaik dari Tuhan bagi manusia yang masih tetap abadi, kita temukan Al-Qur’an berbicara tentang Ibrahim, dan Ya’kub:“Kami jadikan mereka pemuka-pemuka, yang memimpin menurut perintah kami. Kami wahyukan kepada mereka agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada kami.Kemudian apabila kita memeriksa Taurat dan Injil (perjanjian Lama dan perjanjian baru) yang ada sekarang, kita akan bertemu dengan banyak pesan dan nasehat khusus tentang cinta kasih dan perhatian pada fakir miskin, janda-janda yatim, dan orang-orang lemah. Dalam taurat surat Amsal, pasal 21, kita temukan, “Barangsiapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, maka ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi orang akan memadamkan murka.”

PERHATIAN ISLAM PADA MASA PERIODE MAKKAH

Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa islam semenjak fajarnya baru menyingsing di kota makkah- saat umat islam masih bebera[pa orang dalam hidup tertekan, dikejar-kejar, belum mempunyai pemerintah dan organisasi politik sudah mempunyai kitab suci Al-Quran yang memberikan perhatian penuh dan kontinyu pada masalah sosial penanggulangan kemiskinan tersebut. Al-Qur’an adakalanya merumuskan dengan kata-kata “memberikan makan dan mengajak memberi makan orang-orangmiskin,” dan adakalanya dengan rumusan “memberikan rizki yang diberikan Allah,” “memberikan hak orang-orang yang meminta-minta, miskin, dan terlantar dalam perjalanan”, “membayar zakat,” dan rumusan-rumusan lainnya.

Memberi Makan orang miskin adalah Realisasi Iman

Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama, Al-Quran memperlihatkan kepada kita suatu peristiwa di akhrat, yaitu peristiwa “orang-orang kana” Muslimin di dalam surga bertanya-tanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu di ceblos ke dalam neraka. Mereka lalu bertanya, yang memperoleh jawaban bahwa mereka di coblos kedalam neraka oleh karena tidak memperhatikan dan membiarkan orang-orang miskin menjadi mangsa kelaparan.

Hak Tanaman Waktu Dipetik

Dalam al-Quran surah al-An’am. Allah berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan tidak berkisi-kisi, pohon kurma, biji-bijian yang beraneka ragam bentuknya, zaitun, dan buah delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya bila berbuah, dan keluarkanlah haknya pada hari memetik hasilnya, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tiada menyukai orang-orang yang berlebi-lebihan.Allah memperingatkan kepada manusia bahwa dalam biji-bijian dan buah-buahan terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan pada waktu memetiknya. Said bin Jubair berkata, “Hal itu sebelum perintah zakat turun, yaitu bahwa orang itu harus menyedekahkan sebagian hasil tanamannya, memberi makan ternak, memberi anak yatim dan orang miskin, serta juga rumput-rumputan.”

Bentuk Zakat di Makkah

Demikianlah sejumlah cara yang dipakai al-Qur’an makiah dalam mendorong manusia agar memperhatiakan dan memberikan hak-hak fakir miskin supaya mereka itu tidak terlunta-lunta.Cara-cara yang dipakai itu dimahkotai dengan satu cara lain yaitu “dipujinya orang yang berzakat dan dicercanya orang yang tidak membayarnya” sebagaimana jelas terlihat dalam surat-surat Makiah tersebut. Dalam al-Qur’an surah ar-Rum, Allah s.w.t memerintahkan agar hak kerabat, orang miskin, dan orang yang terlantar di perjalanan diberikan, dan kemudian memperbandingkan antara riba, yang pada lahirnya tampak seakan-akan menambah kekayaan tetapi pada dasarnya menguranginya, dengan zakat, yang pada lahirnya tampak mengurangi kekayaan tetapi pada dasarnya mengembangkan kekayaan itu.
Allah berfirman: “Berikanlah hak karabat, fakir miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan. Yang demikian itu lebih baik bagi mereka yang mencari wajah allah dan merekalah yang akan berjaya. Dan uang yang kalian berikan untuk diperbungakan sehingga mendapat tambahan dari harta orang lain, tidaklah mendapat bunga dari Allah. Tetapi yang kalian berikan berupa zakat untuk mencari wajah Allah, itulah yang mendapat bunga. Mereka yang berbuat demikinlah yang beroleh pahala yang berlipat ganda.”
Hal yang perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan tentang zakat dalam surat-surat yang turun di Makkah itu adalah bahwa pernyataan-pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr ‘Perintah’ yang dengan tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetap berbentuk kalimat-kalimat berita biasa. Hal itu karena zakatdi pandang sebagai ciri utama orang-orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat kebajikan:2 Yaitu orang yang membayar zakat dan mereka yang melaksanakan zakat, atau orang-orang tertentu yang ditegaskan oleh Allah hidup sukses: Mereka itulah orang-orang yang sukses, atau sebaliknya dinilai sebagai orang-orang musyrik bila tidak melaksanakan kewaiban tersebut: yaitu mereka yang tidak membayar zakat.

Zakat pada periode Madinah

Kaum muslimin di makkah baru merupakan pribadi-pribadi yang dihalagi menjalankan agama mereka, tetapi di madinah mereka sudah merupakan jamaah yang memiliki daerah, eksistensi, dan pemerintahan sendiri. Oleh karena beban tanggungjawab mereka mengambil bentuk baru sesuai dengan perkembangan tersebut. Yaitu bentuk delimitasi bukan generalisasi, bentuk hukum-hukum yang mengikat bukan hanya pesan-pesan yang bersifat anjuran.

Zakat setelah Puasa

Berdasarkan sejumlah hadis dan laporan para sahabat dan setelah kita membaca sejarah penetapan rukun-rukun Islam yang ada sekarang, kita mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah rukun pertama yag wajib dijalankan oeleh kaum muslimin, yaitu di makkah pada malam peristiwa Isra’ sesuai dengan fakta. Kemudian baru puasa yang diwajibkan di madinah pada tahun 2 H bersamaan dengan zakat fitrah yang merupakan sarana penyucian Dosa, dan perbuatan tidak baik bagi yang berpuasa, dan sarana pemberian bantuan kepada orang-orang miskin pada saat lebaran. Setelah itu barulah diwajibkan zakat kekayaan, yaitu zakat yang sudah tertentu nisab dan besarnya.

Zakat adalah Rukun Islam Ketiga

Nabi s.a.w. telah menegaskan di Madinah bahwa zakat itu wajib serta telah menjelaskan kedudukannya dalam islam. Yaitu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam, dipujinya orang yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya dengan berbagai upaya dan cara. Dapatlah anda baca misalnya peristiwa Jibril mengajarkan agama kepada kaum muslimin dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menarik kepada rasulullah, “Apakah itu Islam?” Nabi menjawab: “Islam Adalah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Adalah rasulNya, mendirikan Shalat, Membayar Zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan Naik Haji bagi yang mampu melaksanakan .” (hadis Muttafaq ‘alaih).
Dalam Hadis lain Rasulullah mengatakan bahwa rukun Islam itu lima, yang dimulai denga shahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan demikian zakat di dalam sunnah dan begitu juga dalam Al-Qur’an adalah dasar Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bengunan Islam banngunan islam Tanpa berdiri dengan Baik.Perbedaan-perbedaan mendasar antara zakat dalam islam dengn zakat dalam Agama-agama lain.Setelah jelas bagi kita zakat itu wajib dan bagaimana kedudukannya dalam islam berdasarkan apa yang diyang katakan oleh Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’, maka kita dapat memberikan catatan penting penting dan ringkas tentang zakat tersebut, yang jelas berbeda sekali dari kebajikan dan perbuatan baik, kepada orang-orang miskin dan lemah yang diserukan oleh agama-agama lain.

1. Zakat dalam islam bukanlah hanya sekedar suatu kebajikan dan perbuatan baik, tetapi adalah salah satu fondamen (rukun) Islam yang utama. Ia adalah juga salah satu kemegahan islam yang paling semarak dan salah satu dari empat ibadat dalam islam. Orang yang tidak mau membayar zakat itu di nilai fasik dan orang yang mengingkari bahwa ia wajib di pandang kafir. Zakat itu bukan pula kebajikan secara ikhlas atau sedekah tak mengikat, tetapi adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan.

2. Zakat menurut pandangan islam adalah hak fakir miskin dalam orang-orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan itu yang sebenarnya, yaitu Allah s.w.t. ia mewajibkannya kepada hamba-hambanya kepada hambanya yang diberinya kepercayaanNya yang dan dipercayakanNya itu. Oleh karena itu tidak satu bentuk kebajikan atau balas kasihan pun dalam zkat yang dikeluarkan orang-orang kaya kepada orang miskin, karena bendahara satu pos tidak berarti berbuat kebajikan bila ia mengeluarkan sejumlah uang atas perintah pemiliknya (atasan).

3. Zakat merupakan “Kewajiban yang sudah ditentukan”, yang oleh agama sudah ditetapkan nisap, besar, batas-batas, syarat-syarat, waktu, dan cara pembayarannya, sejelas-jelasnya.

4. Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah. Hal itu didistribisikannya oleh para amil. Dan zakat itu sendiri merupakan pajak yang harus dipungut, tidak diserahkan kepada kemauan baik seseorang saja. Oleh karena itulah Al-Qur’an mengungkapkannya dengan: pungutlah zakat dari kekayaan mereka dan sunnah mengungkapkannya dengan, “dipungut dari orang-orang kaya”.Berdasarkan ciri-ciri diatas, dapatlah kita melihat bahwa zakat dalam islam merupakan sistem baru tersendiri yang tidak sama dengan anjuran-anjuran dalam agama-agama lain supaya manusia suka berkorban, tidak kikir.
Di samping itu pajak berbeda dari pajak dan upeti yang dikenakan para raja, yang justru di pungut orang-orang miskin untuk diberikan kepada orang-orang kaya, dan diberikan oleh orang-orang yang berkuasa untuk menyombongkan diri untuk berfoya-foya, untuk menyenangkan hati para keluarga dan bawahannya, dan untuk mejaga agar kekuasaan mereka tidak tumbang.